Sebagai seorang Muslim yang tunduk melaksanakan rukun Islam,
tentunya tidak sedikit kita dapati referensi tentang penghambaan diri (rukun
Islam) terkait tata cara, pelaksanaan hingga essensi dari ibadah itu sendiri.
Rasulullah dalam satu kesempatan di hadapan para sahabat
memaparkan dalam sunnah yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abdullah bin Umar
tentang pondasi Islam. kita pahami bahwa Islam dibangun atas lima pilar sebagai
poros dari segala amal ibadah, lima pilar ini teramat penting untuk
dilaksanakan dan bahkan bagi yang tidak melaksanakan maka Allah akan memberikan
sanksi termasuk ibadah haji bagi yang sudah mampu.
Betapa tidak, Sejak seseorang muslim yang sudah mengenyam
pendidikan, rukun Islam tentunya telah terintegrasi dalam dirinya melalui para
guru/ustaz/Tgk bahkan orang tua sekalipun.
Salah satu dari lima pilar tersebut adalah zakat. Dalam
kesempatan ini perlu kita utarakan sebuah pertanyaan sederhana untuk mereview
atau mengulang kaji tentang pembahasan zakat, Apa essensi zakat bagi muslim?
Persoalan zakat memang merupakan persoalan yang penting
karena sebagai salah satu dari pilar Islam, apalagi akhir-akhir ini isu zakat
sangat marak diperbincangkan secara nasional karena banyak masyarakat luas
mempertanyakan perihal zakat ini, ada sebagian mereka yang tidak tau menau
kewajiban zakat bahkan ada yang merasa zakat yang dikeluarkan nantinya tidak
disalurkan tepat sasaran alias digunakan untuk kepentikan lain
Berbeda dengan di Aceh, isu zakat tidak terlalu menjadi
perbincangan yang menarik lagi, karena Aceh telah lebih dulu memberlakukan
kepada seluruh masyarakat untuk menunaikan zakat, hal ini telah tertuang dalam
Qanun Aceh No 10 Tahun 2007 tentang Baitul Mal, poin per poin kita bisa
menyimak begitu kuat landasan atas kewajiban Zakat dalam Qanun tersebut. Namun
walaupun telah diqanunkan, Aceh masih saja belum sesuai harapan dalam hal
menunaikan zakat pentasyarufan(penyaluran) zakat. Artinya masih banyak calon
mustahiq (penerima Zakat) tersebar di se antero tanah rencong serta belum
mendapatkan perhatian lebih lanjut.
Pada hakikatnya Zakat mengandung dimensi vertikal serta
horisontal. Dengan bahasa lain zakat berhubungan langsung dengan aspek paling
fundamnetal dalam kehidupan umat secara keseluruhan yakni amal shaleh, zakat
juga mempunyai berbagai hikmah dan manfaat, sebagaimana telah dituliskan oleh
DR. Didin Hafidhuddin, M.Sc dalam bukunya yang berjudul zakat Dalam
Perekonomian Modern, diantara Hikmah dan Manfaatnya:
Pertama, sebagai perwujudan keimanan kepada Allah
mensyukuri nikmatNya. Kedua, karena zakat adalah hak mustahiq, maka
zakat berfungsi untuk menolong, membantu dan membina terutama fakir
miskin. Ketiga, sebagai pilar amal bersama (jama’i) antara orang-orang
kaya yang berkecukupan hidupnya dan para mujahid yang seluruh waktunya
digunakan untuk berjihad di jalan Allah.Keempat, sebagai sarana pengembangan
kualitas sumber daya manusia muslim. Kelima, untuk memasyarakatkan etika
bisnis yang benar dengan kata lain kewajiban zakat berasal dari hasil (harta
yang benar). Keenam, Zakat merupakan salah satu instrumen pemerataan
pendapatan.
Selain itu, zakat juga harus bisa mengubah seseoraang dari
mustahiq menjadi muzakki, tentunya ini yang disebut dengan zakat produktif,
jadi zakat tidak hanya mengenyangkan mustahiq dalam satu waktu kemudian lapar
pada waktu lainnya, tapi bagaimana bisa menjadikan mustahiq berdaya(Produktif).
Syeikh Yusuf Qardhawi dalam Kitabnya Fiqh Zakat mengatakan, zakat merupakan
suatu penggerak atau motor yang berpotensi memberikan tunjangan kepada pedagang
maupun profesi lain yang membutuhkan modal yang tidak bisa didapatkan dari
jalan lain, dengan bahasa lain melalui zakat meningkatkan ekonomi para mustahiq
dengan memfokuskan pada pemberdayaan sumber dayanya melalui pelatihan-pelatihan
yang mengarah pada keahliannya. Bahkan dalam satu kesempatan (hadis riwayat
Muslim) Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam ketika memberikan uang zakat
kepada Umar bin Khatab yang bertindak sebagai amil zakat menyerukan agar zakat
bersifat mengembangkan zakat tersebut agar bisa memberdayakan orang yang
membutuhkan (Muatahiq).
Jika dikaitkan dengan keadilan sosial, zakat sebenarnya
menjadi pilar terdepan untuk keseteraan sosial dengan bahasa lain mencegah
kemiskinan. Mari kita baca sejarah penting kepemimpinan Khalifah Umar Bin Abdul
Aziz (717 M) Khalifah yang dikenal dengan dalam hal pengelolaan zakat. Di
tangannya, pengelolaan zakat mengalami reformasi yang sangat memukau.
Semua jenis harta kekayaan wajib dikenai zakat. Pada masanya,
sistem dan manajemen zakat ditangani dengan amat profesional. Jenis harta dan
kekayaan yang dikenai wajib zakat semakin beragam. Umar bin Abdul Aziz adalah
orang pertama yang mewajibkan zakat dari harta kekayaan yang diperoleh dari
penghasilan usaha atau jasa, termasuk gaji, honorium, penghasilan berbagai
profesi. Sehingga pada masa kepemimpinannya, dana zakat melimpah ruah tersimpan
di baitul mal. Bahkan petugas amil zakat kesulitan mencari golongan fakir
miskin yang membutuhkan harta zakat.
Beberapa faktor utama yang melatarbelakangi kesuksesan
manajemen dan pengelolaan zakat pada khalifah Umar bin Abdul Aziz. Pertama,
adanya kesadaran kolektif dan pemberdayaan baitul mal dengan optimal. Kedua,
komitmen tinggi seorang pemimpin dan didukung oleh kesadaran umat secara umum
untuk menciptakan kesejahteraan, solidaritas dan pemberdayaan Umat. Ketiga,
kesadaran di kalangan muzakki (pembayar zakat) yang relatif mapan secara
ekonomi dan memiliki loyalitas tinggi demi kepentingan umat.
Semangat Khalifah Umar bin Abdul Aziz sebenarnya menjadi
contoh bagi kita semua dalam hal Pengelolaan Zakat. Secara faktual Khalifah
Umar bin Abdul Aziz telah menurunkan angka kemiskinan ketingkat paling rendah,
bahkan di kala itu semangat di kalangan muzakki amatlah berapi-api hingga
menciptakan peradaban yang peka sosial dalam bentuk kesetaraan sosial.
Berangkat dari histori tersebut, kesadaran ummat saat ini
khususnya di Aceh dalam berzakat masih relatif jauh dari harapan, walau
sebahagian secara pribadi atau corporate telah menunaikan zakat, tapi perlu
telaah lebih lanjut ilmu tentang zakat agar tidak salah dalam menunaikann
seperti nishab wajib zakat. Dan tentunya tuntutan transparansi, profesionalitas
baitul mal, BAZ atau LAZ dalam pengelolaan zakat begitu dibutuhkan. Sangat
dianjurkan menyalurkan zakat melalui baitul mal, badan amil zakat, lembaga amil
zakat resmi agar langkah penyaluran dan pengelolaan tepat sasaran, karena
mereka telah mempunya data-data startegis Mustahiq serta masa penyaluran.
Selain itu para amil di sana punya peran penting untuk
mengsosialisaikan tentang pentingya berzakat bagi seorang muslim dengan
ketentuan yang telah ditetapkan dalam fiqih serta harus bisa menggerakkan jiwa
muzakki agar tidak meninggalkan kewajiban zakat.
Dengan Kesadaran para muzakki akan kewajiban Zajat serta
pengelolaan zakat yang baik oleh Baitul Mal, BAZ serta LAZ nantinya akan
menciptakan kesetaraan sosial di lingkungan kita menetap (Aceh tercinta),
dengan begitu penurunan angka kemiskinan di Aceh akan terus menurun. Wallahualam
Farhan Zuhri Baihaqi
*)Ketua LazisMu (Lembaga Amil Zakat Infaq Shadaqah
Muhammadiyah) Lhokseumawe.
Komentar
Posting Komentar